AYCS.COM - Cinta pertama selalu adalah cinta yang sangat spesial. Semua yang terjadi pada cinta pertama akan menjadi memori yang tidak akan pernah terlupakan. Baik itu kisah yang indah atau menyakitkan, semuanya akan terbawa seumur hidup. Cerita ini terjadi di kehidupan seorang wanita yang kisahnya ada disini.
Aku adalah seorang wanita biasa yang punya kisah hidup yang biasa. Aku
lulusan S1 yang setelah selesai kuliah pergi keluar dari rumahku untuk
cari pekerjaan. Di dalam kereta ke kota, aku bertemu dengan cinta
pertamaku. Dia periang, gampang diajak bicara, perhatian, dan baik hati.
Sesampainya kami di kota, dia juga memberikanku nomor handphone, supaya
bisa tetap ngobrol, katanya. Hampir setiap hari dia menelfonku,
menanyakan kabarku, menghiburku waktu aku susah. Seperti seorang koko
yang perhatian pada adiknya. Waktu aku ditipu, dia juga orang pertama
yang datang untuk menolongku.
Waktu aku nggak punya apa-apa, dia mengajakku untuk tinggal di rumahnya.
Tinggal di sebuah kamar yang kecil yang dia siapkan untukku. Kasurnya
dia berikan untukku sementara dia tidur di atas tikar.
Keesokan harinya, dia mengajak aku untuk mencari tempat lain yang lebih
murah. Dia bahkan menyisihkan gajinya untuk membayar DP rumah itu. Dia
bukan pekerja kantoran yang gajinya besar. Dia cuma seorang buruh antar
yang gajinya bergantung pada ada tidaknya order.
Akhirnya setelah aku mendapat pekerjaan yang cukup baik, aku mengajaknya
makan dan tanpa kusangka. Dia menyatakan perasaannya padaku dan kami
pun berpacaran. Tapi seiring dengan waktu, aku mulai melihat banyak
kebiasaan buruknya. Dia jarang mencuci kaki, tidak pernah membereskan
rumah, dan sering pergi keluar dengan temannya untuk minum bir. Kami
cukup sering bertengkar hanya karena hal-hal kecil.
Suatu hari, mamaku meneleponku dan bertanya apakah aku sudah punya pacar.
Waktu itu aku berpikir, keadaan aku dan pacarku sedang tidak baik.
Pekerjaanku terlihat lebih baik dan harusnya orangtuaku tidak akan menyetujui hubungan kami.
Karena itu aku bersikeras mengatakan kalau aku masih sendiri.
Akhirnya mamaku mengenalkanku pada seorang pria. Aku beberapa kali
pulang untuk menemui pria itu, sekedar untuk berkenalan. Tapi pacarku
itu tidak pernah setuju dan kami selalu bertengkar setiap kali aku mau
pulang ke rumah orangtuaku. Akhirnya di tahun 2009, aku putus dengan
pacarku itu dan beberapa bulan setelahnya aku menikah dengan pria yang
jadi manager di tempat kerjaku. Hanya karena aku tidak tahan dengan
pertengkaran yang terus terjadi antara aku dan mantan pacarku.
Kalau dipikir-pikir, keputusanku waktu itu terlalu buru-buru. Waktu
masa-masa kami belum menikah, manager yang sekarang menjadi suamiku ini
setiap hari mengirimiku bunga. Selain itu sering menraktirku makan,
mengajakku nonton bioskop, sesekali memberikanku hadiah, dan hal-hal ini
membuat hatiku luluh.
Tapi setelah menikah dia memintaku untuk jadi ibu rumah tangga penuh
waktu, nggak pernah lagi ada hal-hal romantis yang dia lakukan. Bahkan
aku pernah tahu secara tidak sengaja kalau dia masih berhubungan dengan
mantan istrinya. Tidak jarang dia membawa pulang anak dari istrinya
untuk dijaga olehku. Pernah suatu kali saat aku sedang menjaga anaknya,
mereka pergi kencan ke bioskop dan hal ini membuatku marah besar.
Aku bertengkar dengan suamiku, bahkan memarahi mantan istrinya. Sejak
itu mereka tidak pernah lagi berhubungan, tapi sikap suamiku berubah
total. Aku lebih muda 16 tahun dari mantan istrinya, lebih cantik, dan
lebih bisa dandan, masakan dia lebih memilih mantan istrinya? Di tahun
2014, aku memergoki suamiku sedang berhubungan dengan mantan istrinya
lagi. Emosiku langsung memuncak dan aku minta cerai saat itu juga.
Akhirnya di tahun 2015, aku menjadi sales di sebuah perusahaan kecil yang prospeknya tampak baik.
Suatu hari saat aku sedang dinas, aku tak menyangka aku bertemu dengan
mantan pacarku. Dia sudah menjadi seorang pengusaha besar dan saat ini
menjadi klien utama kantor kami. Aku terkejut, tapi dia tampak tenang.
Dia menanyakan kabarku dan kami sedikit bernostalgia. Akhirnya dia
mengatakan kalau dia sudah memiliki seorang pacar dan mereka akan
menikah tahun depan. Hatiku rasanya pedih, tapi apa daya, semua sudah
terjadi, dan hari itu, kami tidak berbisnis, kami hanya bernostalgia.
Dia berkata, "Jujur, aku banyak mengalami sakit hati waktu kita putus.
Tapi kalau bukan karena kamu, aku nggak yakin aku bisa sukses hari ini."
Setelah kami berpisah, aku mengirimnya sebuah SMS, "Apakah kamu masih sayang sama aku? Walaupun sedikit aja?"
"Cinta atau nggak cinta, sayang nggak sayang, semuanya udah berlalu."
Melihat jawabannya, aku tahu aku sudah kehilangan seseorang yang
benar-benar mencintaiku. Aku menangis, sadar aku masih mencintainya.
Tapi semua sudah berlalu dan kehidupanku harus berjalan.
No comments:
Post a Comment